Senin, 13 Juni 2011

“Bisa atau racun” pada ular

Walaupun beberapa spesies colubridae dan atractaspididae memproduksi racun, tak ada ular yang lebih maju soal produksi dan penginjeksian racun daripada elapidae dan viperidae. Pada viper dan sebagian besar elapid, taring racun memiliki bukaan kecil diujungnya (tempat racun disalurkan).
Contoh elapidae adalah kobra, mamba, coral snake, dan ular laut. Sedangkan viper dan pit viper masuk kedalam family viperidae

Penyebaran famili elapidae adalah australasia, asia tenggara,  afrika, amerika selatan, dan sedikit di amerika utara, perlu diketahui bahwa tidak terdapat elapidae di Eropa. Sedangkan viper dan pit viper dapat ditemukan di daerah eropa, amerika utara dan selatan, afrika, dan asia kecuali pada wilayah australasia (papua new guinea, dan australia)

Perbedaan utama 2 famili ini adalah taring racun mereka. Elapid memiliki taring tetap sedangkan viper memiliki taring yang dapat ditekuk. Beberapa elapid mempunyai sedikit pergerakan pada gigi, tetapi tak sesempurna viper. Karena taring viper dapat dilipat, membuatnya tumbuh lebih panjang dari milik elapid, memungkinkan mereka menginjeksi lebih dalam. Tetapi elapid mekanisme racun yang lebih cepat bekerja dibandingkan viper, dan 6 ular paling berbahaya di dunia adalah kesemuanya dari family elapidae.
Walaupun tidak dapat di generalisasi. Kedua famili ini cenderung mempunyai gaya hidup berbeda. Anggota Elapidae berburu diantara daun kering dan lubang. Mereka cepat, aktif di siang hari, punya penglihatan yang baik, dan mengejar mangsa mereka. Contoh ular yang merepresentasikan karakter diatas contohnya mamba, spesies Dendroaspis dari Afrika, king cobra, Ophiophagus Hannah dari Asia, dan taipan, Oxyuranus dari Australia. 

Viper dan pit viper sebaliknya, cenderung berbadan besar, biasa dilengkapi kamuflase yang luar biasa. Mereka duduk dan menunggu mangsa datang pada mereka. Sebagian besar nocturnal dan hidup diatas pohon. Sedikit dari mereka tinggal dibawah tanah (burrow), dan tak ada satupun yang akuatik.
Di Australasia tidak terdapat viper, sebagai ganti dari ketiadaan viper, 3 (mungkin 4) spesies elapid pindah ke niche yang biasa dikuasai viper, dan beradaptasi menyerupai bentuk fisik dari viper, mereka adalah death adder, walaupun mereka tidak memiliki hubungan dengan adder (viper). Mereka melahirkan, seperti cirri lain dari viper (walaupun ada beberapa viper yang juga melahirkan). Sebaliknya family elapid berkembang biak dengan bertelur.
Ular berbisa menggunakan senjatanya itu terutama untuk membunuh mangsa. Fungsi sekundernya adalah pertahanan. Walaupun memberi gigitan menyakitkan dan fatal bagi manusia, tetapi kebanyakan ular tidak melakukannya. Mereka lebih mengutamakan perigatan yang lain sperti misalnya rattlesnake dan ular koral yang memberi peringatan dengan gerakan ataupun pewarnaan sebelum menyerang. Racun sangat berharga karena untuk memproduksinya dibutuhkan metabolisme dan ular memilih tidak menggigit hewan yang tak dapat dimakan, seperti manusia. 

Hanya 1 kelompok spesies spitting cobra dari Afrika dan Asia yang berevolusi dalam hal penyaluran racun secara esklusif untuk pertahanan, walaupun mampu menyemburkan racunnya,  mereka tetap menggigit dengan cara biasa untuk membunuh mangsanya. 

Racun disimpan di kelenjar racun dibelakang mata ular. Beberapa spesies, biasanya bertubuh panjang, ramping, dengan kepala kecil, mempunyai kelenjar racun yang memanjang hingga ke tubuhnya. Kelenjar racun dikelilingi otot yang disebut otot masseter. Otot tersebut memeras kelenjar dan mendorong racun keluar melalui saluran ke kanal dan berakhir di taring.
 Ular dapat mengontrol seberapa banyak dia ingin meng-injeksi bisanya. Ini dilakukan untuk menghindari terbuangnya racun secara sia-sia, oleh karena itu terdapat istilah gigitan kering atau dry bite dimana ular menggit tetapi tidak menyntikan racun sedikitpun. 

Komposisi racun
Racun berasal dari saliva dan cairan pencernaan lainnya. Pada ular, racun memberikan 2 kegunaan, memulai proses pencernaan dan membantu membunuh mangsa, juga memiliki fungsi pertahanan. Komposisi kimia racun bervariasi dari spesies ke spesies. Komponen yang paling umum adalah protein dan enzim, misalnya seperti hemotoxin yang menyerang sistem sirkulasi darah, neurotoksin yang menyerang sistem syaraf.
Hemotoksin menghancurkan sel darah merah mangsa, akibatnya berkurangnya haemoglobin, molekul yang membawa oksigen dalam darah. Mengakibatkan pendarahan internal, penggumpalan darah dan gagal membeku pada luka.
Neurotoksin mengganggu sistem syaraf yang mengontrol pergerakan dan pernapasan mangsa. Ular beracun umumnya mempunyai koktail racun, yang mengandung hemotoksin dan neurotoksin. Kematian mangsa adalah akibat dari 1 tipe racun ataupun kombinasi keduanya.
Viper mempunyai proporsi hemotoksin yang lebih tinggi, sedangkan elapid umumnya mengandung lebih banyak neurotoksin. Walaupun tetap ada pengecualian atas aturan tersebut.
Secara umum neurotoksin membunuh hewan lebih cepat dari hemotoksin, tetapi hemotoksin biasa diproduksi dalam jumlah yang lebih besar, jadi hasil akhir cenderung sama.
Ular menargetkandan focus pada spesies mangsa utamanya dan berevolusi dengan tipe racun yang dapat membunuh mangsa utamanya tersebut dengan efektif. Beberapa spesies memproduksi 1 tipe racun ketika muda, tetapi kemudian berubah menjadi campuran yang sangat berbeda ketika tumbuh dewasa, sesuai dengan perubahan mangsa buruannya.
Bisa pada ular juga dapat mengandung cytotoksin, racun penghancur sel, yang dapat menghancurkan dan membunuh jaringan tubuh hewan. 

Enzim racun
Terdapat sekitar 20 tipe enzim yang bersifat toksik ditemukan di ular beracun dari seluruh dunia dan telah dikenal manusia. Walaupun tak ada satupun ular yang memiliki kesemua jenis racun, sebagian besar memiliki 6 hingga 12 enzim dalam racunnya. Setiap racun memiliki fungsi tersendiri. Beberapa membantu proses pencernaan, sedangkan yang lain ter-spesialisasi untuk melumpuhkan mangsa. Dibawah ini beberapa contoh enzim pada ular :
Cholinesterase : Terdapat di mamba ( Dendroaspis), menyerang sitem syaraf
Adenosine triphosphatase : Terdapat di hampir semua ular dan dipercaya sebagai agen sentral yang menghasilkan kejutan.
Polypeptide toxins : Menggangu transmisi impuls-syaraf. Mengakibatkan gagal jantung atau pernafasan.

Penanganan gigitan ular beracun di Indonesia

Ketika terjadi kasus gigitan ular berbisa di Indonesia, baru ad satu jenis serum, SABU [serum anti bisa ular]. Umumnya tersedia di RS negeri.
di dlm kemasan 1 ampulnya ada 3 kombinasi.
1.ankystrodon rodhostoma
2.bungarus fasciatus
3.naja sputatrix
Saat anda yakin terkena gigitan ular berbisa, langsung tandatangani surat perjanjian, bahwa resiko kita yg menanggung. Masalah yang ada, RS memiliki birokrasi yang cukup banyak.

Ada juga IABU [imun anti bisa ular], umumnya untuk kepentingan militer atau badan negara yg akan turun ke hutan, bertujuan utk menambah daya tahan tubuh.

Saya pribadi menyarankan anda melihat web dibawah ini dan menyediakan antivenom tertentu bila ingin memelihara spesies ular berbisa. Didalamnya terdapat pertolongan pertama, treatment, dan tempat produksi antivenom tiap spesies.

http://www.toxinology.com/

Jangan berpikir safety prosedur itu bertele-tele dan merepotkan. Justru disanalah terdapat seni memelihara dan mempelajari ular lebih jauh tanpa membahayakan anda dan orang disekitar anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar