Senin, 27 Juni 2011

Habitat sanca gendang (python curtus) di Bengkulu (Sumatra)

Minggu lalu tanggal 18-22 Juni 2011, saya dan teman-teman jalan-jalan ke Sumatra, tepatnya daerah lampung sampai Bengkulu. Selain untuk liburan, kami juga bertujuan untuk belajar, dan melihat secara langsung ular beserta habitatnya di daerah Sumatra.
Dan yang menjadi tujuan saya sendiri adalah mencari tau sebanyak-banyaknya informasi tentang sanca gendang (python curtus) yang hidup di daerah Bengkulu dan lampung. Berdasarkan literatur-literatur mengenai python curtus yang pernah saya baca (J.SCOTT KEOGH, DAVID G.BARKER, RICHARD SHINE), habitat python curtus ini terbagi menjadi dua wilayah di Sumatra, yang dibatasi oleh pegunungan bukit barisan, karena keterpisahan itu maka tercipta subspesies, yang pertama adalah python curtus brongersmai yang berada di sebelah barat pegunungan bukit barisan dan yang kedua adalah python curtus curtus yang berada di sebelah selatan dan pesisir timur pegunungan bukit barisan.

Python curtus brongersmai

Python curtus curtus

Di Sumatra ini saya sempat wawancara singkat dengan warga setempat dan sebagian orang yang bekerja sebagai penangkap ular.
Di wilayah lampung saya mendapat informasi dari seorang penangkap ular, dia bercerita bahwa biasanya ular gendang ini sering ditemukan di perkebunan kelapa sawit, mereka sering ditemukan bersembunyi di balik tumpukan pelepah sawit yang berserakan, selain itu mereka juga sering ditemukan di balik kayu-kayu lapuk dekat aliran sungai disekitar perkebunan sawit. Dan menurut salah seorang penangkap ular tidak semua sanca gendang di daerah ini berwarna hitam semuanya ada juga yang kepalanya berwarna kuning atau kekuningan dan bagian punggung tetap hitam, menurut si penangkap ular yang kepalanya kuning ini lebih agresif dibanding yang kepala hitam.

Di wilayah Bengkulu sendiri saya sempat memasuki perkebunan kelapa sawit yang menurut penduduk sekitar sering terlihat sanca gendang, tepatnya di daerah seluma yaitu di bagian barat Bengkulu. di dalam perkebunan sawit ini suhu udaranya panas dan lembab, juga terdapat lembah, dan aliran sungai kecil agak jauh ke dalam perkebunan ini (sangat ideal untuk sanca gendang).
Lembah di dalam perkebunan kelapa sawit

Genangan dan aliran sungai kecil di dalam perkebunan sawit

Saya sempat sedikit mengobrol dengan dua orang penduduk sekitar, yang pertama adalah ibu-ibu yang sedang mencari kayu bakar dan yang kedua adalah seorang penggembala kerbau bernama bapak Asran.

Perbincangan saya dengan si ibu pencari kayu:
Saya: “ sore bu, maaf mau tanya-tanya, kalo di kebun sawit ini suka keliatan ular nggak ya?”
Ibu: “ lagi cari ular?” (logat Sumatra)
Saya: “ iya betul bu, saya denger katanya di daerah perkebunan sawit ini banyak keliatan ular, jadi saya penasaran mau liat sendiri”
Ibu: “ iya memang ada sering ketemu ular disini, biasanya itu suka sembunyi di balik tumpukan daun sawit,,,suka keliatan kepalanya saja,,,kalo keganggu dia buka mulutnya , lalu suka saya lempar pake batu kecil,,langsung dia lari”


Saya: “ oohhh itu ularnya bentuknya kaya apa ya bu??? (penasaran berat)
Ibu: “ badanya besar tapi pendek dia, seringnya di tanah, nda pernah di pohon, kalo di pohon nda ada ularnya” (logat Sumatra)
Saya: “ooo begitu…. Ibu sering ketemu ???
Ibu: “ tiap hari ibu lewat sini,,,,ya lumayan sering, tapi nda selalu juga ketemu”
Saya: ” kalo terakhir liat kapan bu??
Ibu: “ baru sekitar dua minggu lalu,,saya sering bolak balik sini, soalnya saya punya pabrik bata di dalam sana (sambil menunjuk kedalam perkebuan sawit)”


Saya: “ ooooo iya iya……kalo begitu terima kasi bu,, saya jadi penasaran mau liat-liat dulu
Ibu: “ oh iya hati-hati saja” 

Selanjutnya saya bertemu dengan seorang bapak yang sedang menggembala kerbau di perkebunan sawit ini.

Bp Asran: “ lagi cari apa mas?” (logat Sumatra)
Saya: “ oh sore pak, lagi cari-cari ular yang hidup di sekitar sini pak,,,saya dengar di sini sering keliatan ular ya pak? yang badannya agak pendek tapi besar”
Bp Asran: “ oh iya betul, biasanya itu dibalik pelepah kelapa sawit, cari ular untuk apa ya?

Tumpukan pelepah sawit yang jadi tempat bersembunyi sanca gendang

Saya: “ Cuma penasaran kepengen liat aja pak, bapak tinggal di daerah sini pak?
Bp Asran: “ oh begitu, iya saya lahir di daerah sini, saya lagi gembala kerbau di sini….memang sering ketemu ular itu disini, warnanya hitam ada corak di punggungnya sama bercak putih di samping badannya, dulu saya pernah liat yang bercak putihnya banyak, biasanya saya liat di daerah sini (sambil menunjuk ke tengah perkebunan), kadang juga dia disini ditengah jalan ini lagi diam, melintang di tengah jalan (menunjuk jalan setapak di perkebunan)”

Jalan setapak yang sering dilewati sanca gendang

Semak di dalam perkebunan sawit

saya: “ biasanya keliatannya sore atau malem pak?
Bp Asran: “ oh selalu sore dia keluar, ya waktu-waktu sore seperti sekarang ini lah, kalo pagi, siang atau malem nda pernah keliatan itu, tapi memang nda selalu keliatan, kadang bisa berbulan-bulan nda keliatan”
Saya: “ ooooh begitu ya pak,,,kalau bapak terakhir liat kapan pak?”
Bp Asran: “ kurang lebih saya liat itu sebulan yang lalu, di jalan setapak ini, galak dia , mulutnya terbuka gitu….tapi dulu kira-kira 4-5 tahun yang lalu waktu sawit ni masih pendek, sering sekali itu keliatan ular itu di sekitar sini, hampir setap hari saya liat, saya pernah ketemu yang sebesar paha, ada juga yang panjang dan bisa berdiri tinggi (mungkin yang dimaksud King Cobra / Ophiophagus Hannah),,tapi saya bunuh dulu itu, bahaya soalnya”
Saya: “ ooo begitu!....kalo begitu saya mau cari-cari dulu ya pak, jadi penasaran liat hahaha
Bp Asran: “ oh iyaiya silahkan aja

Lama saya mencari dan membalik-balik pelepah kelapa sawit, tapi satu pun nggak keliatan,,saat lagi sibuk mencari, si bapak kembali menyapa

Bp Asran: “ biasanya kalo sengaja dicari-cari malah nda ketemu hahaha, semakin keganggu biasanya semakin masuk ke dalam dia”
Saya: “ oh begitu ya pak haha”

Karena sudah hampir malam dan saya tidak menemukan seekor pun dan juga kami harus meneruskan perjalanan, maka dengan kecewa saya bersama teman-teman melanjutkan perjalanan kami kembali ke lampung
Cerita pak Asran dan si ibu pencari kayu makin bikin saya tambah penasaran, tapi walupun kecewa karena tidak bisa melihat sanca gendang di habitat aslinya, saya cukup puas karena bisa mengambil foto-foto perkebunan sawit, dan dapat banyak sekali informasi mengenai  keberadaan, suasana, dan lingkungan tempat hidup sanca gendang.
Dari cerita-cerita yang saya dapat bahwa sanca gendang yang berukuran besar atau dewasa sering terlihat di perkebunan sawit, tapi sanca gendang yang masih kecil sangat sulit untuk ditemukan, dan tidak pernah ditemukan di perkebunan kelapa sawit,,jadi saya berasumsi kalau gendang yang berukuran besar ini memilih tempat yang potensial untuk menyergap mangsanya yaitu di bawah tumpukan pelepah sawit dimana sering dilewati oleh pengerat-pengerat kecil, seperti bajing, tupai ataupun tikus. Pertanyaan yang lain: jadi yang masih kecilnya hidup dimana ya??? Terus mangsanya apa????........

Jumat, 17 Juni 2011

Artikel ular indonesia: ular cabe (maticora intestinalis)

Ular cabe atau maticora intestinalis, termasuk ular berbisa dari famili elapidae yang banyak sekali ditemukan di wilayah indonesia, seperti jawa, sumatra, kalimantan, bahkan sampai ke wilayah malaysia, thailand, dan filipina.
Panjang ular ini sekitar 50 cm dan bukan hanya ditemukan di daerah hutan pedalaman atau pedesaan saja, tetapi sampai ke daerah pemukiman dan perkotaan, biasanya pada siang hari ular ini bersembunyi di lubang-lubang yang basah dan lembab, seperti lubang di dalam tanah, atau mungkin saluran-saluran pembuangan air di daerah pemukiman, dan pada malam hari baru aktif berburu katak, cacing, dan hewan kecil lainnya. Ular ini memiliki ciri-ciri punggung berwarna hitam dengan garis lurus berwarna kuning atau jingga mulai dari ekor sampai kepala dan garis tersebut bercabang sampai di bagian kepalanya, bagian perutnya belang-belang hitam putih, dan bagian ekornya berwarna merah.
Maticora intestinalis memiliki taring yang serupa dengan kobra yaitu proteroglypha yaitu dua taring berukuran kecil yang berada di bagian depan rahang atasnya. Bisa ular ini memiliki komposisi neurotoxin yang kuat, yang menghasilkan kerusakan pada sistem saraf tubuh korbannya, termasuk sistem saraf pernapasan dan akhirnya kematian disebabkan oleh gagal pernapasan.
 Efek gigitannya biasanya memiliki gejala yang hampir sama seperti orang demam biasa atau masuk angin, yaitu pusing, demam, tidak enak badan, rasa lemas dan kantuk. Tetapi bila sudah berlanjut biasanya terjadi sesak napas yang parah, sulit menelan, kelumpuhan, kelopak mata terasa berat, dan hasil akhirnya adalah kematian.
Bulan lalu saya sempat menemukan ular cabe ini di daerah dago bengkok (bandung), tepatnya di kompleks perumahan ITB. Sayangnya ular yang saya temukan ini sudah dalam keadaan mati, sepertinya dibunuh orang atau mungkin terlindas kendaraan.


Di dalam kompleks ini masih banyak terdapat semak belukar, dan aliran sungai kecil. Habitat yang sangat ideal untuk ular cabe, tempat saya menemukan ular ini juga tepat di jalan yang bersebelahan dengan sungai dan semak belukar.

Rabu, 15 Juni 2011

Artikel ular indonesia: Russell’s viper (daboia russelii)


Nama russell’s viper diberikan sebagai penghormatan untuk Patrick Russell seorang berkebangsaan Skotlandia yang pertama memimpin penelitian khusus tentang ular-ular di india, pada abad ke 18.


Russell’s viper adalah true viper (tidak memiliki sensor panas) yang hidup di Indonesia, nama lainnya adalah ular bandotan puspa. Selain di Indonesia ular ini juga hidup di India, Pakistan, Srilanka, Myanmar, Cambodia, dan Taiwan.
Populasi utama ular ini memang berada di daerah dataran utama asia (india,Pakistan, dll), tetapi ada beberapa populasi yang terisolasi di daerah Indonesia dan Taiwan. Walaupun secara fisik penampilan mereka hampir mirip, tetapi perbedaan terlihat pada komposisi bisa atau racunnya.
Di daerah Indonesia sendiri ular ini hanya terdapat di daerah jawa, pulau komodo, dan flores, di daerah jawa sendiri yang banyak ditemui adalah jawa timur (daerah Surabaya), beberapa sumber menyebutkan ular ini sering ditemukan didaerah pemakaman di dekat kota surabaya, habitatnya sendiri adalah di padang rumput dan persawahan bukan di dalam hutan hujan. Ular ini bisa tumbuh sampai ukuran sekitar 90cm, dan memiliki badan yang cenderung gemuk, mangsanya adalah pengerat kecil seperti tikus, tupai, dll.

Saat mempertahankan diri ular ini bisa sangat menakutkan, pertahanannya adalah melingkarkan diri dengan posisi kepala berada ditengah lingkaran tubuhnya dan mulai mendesis mengeluarkan suara yang sangat keras, bila cara ini dianggap gagal biasanya dia akan memberikan serangan kejutan dengan kecepatan yang tidak terduga, cukup untuk bikin musuhnya shock, lalu dia pergi melarikan diri.

Sumber:
-          venomous snakes of the world,,Mark O’Shea
-          ular berbisa Indonesia,,Drs. Jatna Supriatna

Reproduksi tropidolaemus wagleri

Awal tahun 2010 saya punya sepasang t.wagleri Sumatra, betina dewasa udah lumayan lama dipelihara kurang lebih 1 tahun, sedangkan jantannya dapet dari seorang kenalan di padang, Sumatra barat.

jantan

betina
Karena dua-duanya udah siap kawin, jadi ya langsung aja dijodoin.
Dua hal yang sangat penting dalam reproduksi t.wagleri, yang pertama adalah usia, dan yang kedua adalah kondisi jantan dan betina.
Berbeda dengan python yang harus menimbun lemak dalam waktu yang panjang untuk kemudian mengubahnya menjadi nutrisi untuk telurnya, viper hanya membutuhkan makan yang cukup dalam beberapa periode sebelum musim kawin, karena viper dapat langsung mengubah mangsanya menjadi nutrisi untuk telur tanpa harus menyimpannya jadi lemak terlebih dahulu.
Pada januari 2010 betina mulai dikasi makan secara rutin 14 hari sekali (tikus putih), sedangkan jantan itu baru saya pelihara kurang lebih bulan februarinya, tapi karena gak ada masalah adaptasi, jadi program makannya juga lancar , 2 minggu sekali (cicak).
Bulan maret akhir saya satuin keduanya, kebetulan waktu itu masih musim hujan,,,penyatuan kurang lebih selama 14 hari,,setiap malem saya selalu spray air ke dalam kandang buat meningkatkan kelembabanya. Dalam 14 hari  penyatuan, kelihatan 2kali kopulasi salah satunya tanggal 26 maret 2010, kejadiannya kurang lebih pada jam 02.30 sama 03.00 subuh.

Pada april 2010 perut si betina mulai keliatan “bengkak” dan kelihatan tanda-tanda akan ganti kulit,,,tangal 3 mei 2010 betina ganti kulit, tanggal 18 mei dan 25 mei si betina sempet makan bayi tikus putih yang masih merah.




Itu terakhir kali si betina makan, sampai bulan September tepatnya 5 september 2010 melahirkan 7 ekor bayi wagler. Tanggal 23 september si betina mulai mau makan lagi.

Artikel ular indonesia: Ular tanah (calloselasma rodhostoma

Calloselasma rodhostoma atau Malayan pit viper adalah salah satu dari sekian banyak family viper yang hidup di Indonesia, di daerah jawa ular ini sering dinamai ular tanah, di daerah sunda sendiri lebih dikenal sebagai ular gibuk, dan daerah bogor serta Jakarta dinamai ular bandotan bedor. Selain di Indonesia ular ini juga terdapat di Thailand, dan Malaysia.

Calloselasma rodhostoma (juvenile)
Ular ini termasuk ke dalam golongan pit viper atau family viper yang memiliki dua buah sensor pendeteksi panas pada bagian kepalanya, tepatnya terletak diantara mata dan lubang hidungnya.
Ular tanah termasuk tipe penyergap, menunggu di suatu tempat yang potensial untuk dilewati berbagai macam hewan kecil sperti tikus, katak, kadal,,dan langsung menyergapnya bila sudah dalam jangkauannya. Pola motif dan warnanya juga mirip dengan dedaunan kering sehingga sangat tersamar bila dia sedang berada di lantai hutan.

Calloselasma rodhostoma (newborn)
Tingkat gigitan ular ini di pulau jawa lumayan tinggi terutama di daerah pedesaan penyebab utamannya karena ular ini tidak kelihatan di semak-semak atau daun-daun kering. Tapi biasanya bila merasa terganggu atau terancam dia menggetarkan ekornya ke dedaunan kering, jadi akan terdengar seperti gemerisik diantara dedaunan.

Lagi makan tikus
Ular ini memiliki gerakan yang cepat dan gigitan yang akurat (karena sensor panas yang dimilikinya), dan efek gigitannya sangat fatal,,,komposisi bisa dari ular tanah adalah:
·         Haemorrhagins: pembuluh darah menjadi tipis dan bocor, sehingga darah keluar dari pembuluh ke seluruh jaringan tubuh.
·         Cytotoxin: perusakan jaringan tubuh seperti daging dan kulit, enzim ini sebenarnya digunakan ular untuk mencerna mangsanya.

Sumber:
-          venomous snakes of the world,,Mark O’Shea
-          ular berbisa Indonesia,,Drs. Jatna Supriatna

Senin, 13 Juni 2011

“Bisa atau racun” pada ular

Walaupun beberapa spesies colubridae dan atractaspididae memproduksi racun, tak ada ular yang lebih maju soal produksi dan penginjeksian racun daripada elapidae dan viperidae. Pada viper dan sebagian besar elapid, taring racun memiliki bukaan kecil diujungnya (tempat racun disalurkan).
Contoh elapidae adalah kobra, mamba, coral snake, dan ular laut. Sedangkan viper dan pit viper masuk kedalam family viperidae

Penyebaran famili elapidae adalah australasia, asia tenggara,  afrika, amerika selatan, dan sedikit di amerika utara, perlu diketahui bahwa tidak terdapat elapidae di Eropa. Sedangkan viper dan pit viper dapat ditemukan di daerah eropa, amerika utara dan selatan, afrika, dan asia kecuali pada wilayah australasia (papua new guinea, dan australia)

Perbedaan utama 2 famili ini adalah taring racun mereka. Elapid memiliki taring tetap sedangkan viper memiliki taring yang dapat ditekuk. Beberapa elapid mempunyai sedikit pergerakan pada gigi, tetapi tak sesempurna viper. Karena taring viper dapat dilipat, membuatnya tumbuh lebih panjang dari milik elapid, memungkinkan mereka menginjeksi lebih dalam. Tetapi elapid mekanisme racun yang lebih cepat bekerja dibandingkan viper, dan 6 ular paling berbahaya di dunia adalah kesemuanya dari family elapidae.
Walaupun tidak dapat di generalisasi. Kedua famili ini cenderung mempunyai gaya hidup berbeda. Anggota Elapidae berburu diantara daun kering dan lubang. Mereka cepat, aktif di siang hari, punya penglihatan yang baik, dan mengejar mangsa mereka. Contoh ular yang merepresentasikan karakter diatas contohnya mamba, spesies Dendroaspis dari Afrika, king cobra, Ophiophagus Hannah dari Asia, dan taipan, Oxyuranus dari Australia. 

Viper dan pit viper sebaliknya, cenderung berbadan besar, biasa dilengkapi kamuflase yang luar biasa. Mereka duduk dan menunggu mangsa datang pada mereka. Sebagian besar nocturnal dan hidup diatas pohon. Sedikit dari mereka tinggal dibawah tanah (burrow), dan tak ada satupun yang akuatik.
Di Australasia tidak terdapat viper, sebagai ganti dari ketiadaan viper, 3 (mungkin 4) spesies elapid pindah ke niche yang biasa dikuasai viper, dan beradaptasi menyerupai bentuk fisik dari viper, mereka adalah death adder, walaupun mereka tidak memiliki hubungan dengan adder (viper). Mereka melahirkan, seperti cirri lain dari viper (walaupun ada beberapa viper yang juga melahirkan). Sebaliknya family elapid berkembang biak dengan bertelur.
Ular berbisa menggunakan senjatanya itu terutama untuk membunuh mangsa. Fungsi sekundernya adalah pertahanan. Walaupun memberi gigitan menyakitkan dan fatal bagi manusia, tetapi kebanyakan ular tidak melakukannya. Mereka lebih mengutamakan perigatan yang lain sperti misalnya rattlesnake dan ular koral yang memberi peringatan dengan gerakan ataupun pewarnaan sebelum menyerang. Racun sangat berharga karena untuk memproduksinya dibutuhkan metabolisme dan ular memilih tidak menggigit hewan yang tak dapat dimakan, seperti manusia. 

Hanya 1 kelompok spesies spitting cobra dari Afrika dan Asia yang berevolusi dalam hal penyaluran racun secara esklusif untuk pertahanan, walaupun mampu menyemburkan racunnya,  mereka tetap menggigit dengan cara biasa untuk membunuh mangsanya. 

Racun disimpan di kelenjar racun dibelakang mata ular. Beberapa spesies, biasanya bertubuh panjang, ramping, dengan kepala kecil, mempunyai kelenjar racun yang memanjang hingga ke tubuhnya. Kelenjar racun dikelilingi otot yang disebut otot masseter. Otot tersebut memeras kelenjar dan mendorong racun keluar melalui saluran ke kanal dan berakhir di taring.
 Ular dapat mengontrol seberapa banyak dia ingin meng-injeksi bisanya. Ini dilakukan untuk menghindari terbuangnya racun secara sia-sia, oleh karena itu terdapat istilah gigitan kering atau dry bite dimana ular menggit tetapi tidak menyntikan racun sedikitpun. 

Komposisi racun
Racun berasal dari saliva dan cairan pencernaan lainnya. Pada ular, racun memberikan 2 kegunaan, memulai proses pencernaan dan membantu membunuh mangsa, juga memiliki fungsi pertahanan. Komposisi kimia racun bervariasi dari spesies ke spesies. Komponen yang paling umum adalah protein dan enzim, misalnya seperti hemotoxin yang menyerang sistem sirkulasi darah, neurotoksin yang menyerang sistem syaraf.
Hemotoksin menghancurkan sel darah merah mangsa, akibatnya berkurangnya haemoglobin, molekul yang membawa oksigen dalam darah. Mengakibatkan pendarahan internal, penggumpalan darah dan gagal membeku pada luka.
Neurotoksin mengganggu sistem syaraf yang mengontrol pergerakan dan pernapasan mangsa. Ular beracun umumnya mempunyai koktail racun, yang mengandung hemotoksin dan neurotoksin. Kematian mangsa adalah akibat dari 1 tipe racun ataupun kombinasi keduanya.
Viper mempunyai proporsi hemotoksin yang lebih tinggi, sedangkan elapid umumnya mengandung lebih banyak neurotoksin. Walaupun tetap ada pengecualian atas aturan tersebut.
Secara umum neurotoksin membunuh hewan lebih cepat dari hemotoksin, tetapi hemotoksin biasa diproduksi dalam jumlah yang lebih besar, jadi hasil akhir cenderung sama.
Ular menargetkandan focus pada spesies mangsa utamanya dan berevolusi dengan tipe racun yang dapat membunuh mangsa utamanya tersebut dengan efektif. Beberapa spesies memproduksi 1 tipe racun ketika muda, tetapi kemudian berubah menjadi campuran yang sangat berbeda ketika tumbuh dewasa, sesuai dengan perubahan mangsa buruannya.
Bisa pada ular juga dapat mengandung cytotoksin, racun penghancur sel, yang dapat menghancurkan dan membunuh jaringan tubuh hewan. 

Enzim racun
Terdapat sekitar 20 tipe enzim yang bersifat toksik ditemukan di ular beracun dari seluruh dunia dan telah dikenal manusia. Walaupun tak ada satupun ular yang memiliki kesemua jenis racun, sebagian besar memiliki 6 hingga 12 enzim dalam racunnya. Setiap racun memiliki fungsi tersendiri. Beberapa membantu proses pencernaan, sedangkan yang lain ter-spesialisasi untuk melumpuhkan mangsa. Dibawah ini beberapa contoh enzim pada ular :
Cholinesterase : Terdapat di mamba ( Dendroaspis), menyerang sitem syaraf
Adenosine triphosphatase : Terdapat di hampir semua ular dan dipercaya sebagai agen sentral yang menghasilkan kejutan.
Polypeptide toxins : Menggangu transmisi impuls-syaraf. Mengakibatkan gagal jantung atau pernafasan.

Penanganan gigitan ular beracun di Indonesia

Ketika terjadi kasus gigitan ular berbisa di Indonesia, baru ad satu jenis serum, SABU [serum anti bisa ular]. Umumnya tersedia di RS negeri.
di dlm kemasan 1 ampulnya ada 3 kombinasi.
1.ankystrodon rodhostoma
2.bungarus fasciatus
3.naja sputatrix
Saat anda yakin terkena gigitan ular berbisa, langsung tandatangani surat perjanjian, bahwa resiko kita yg menanggung. Masalah yang ada, RS memiliki birokrasi yang cukup banyak.

Ada juga IABU [imun anti bisa ular], umumnya untuk kepentingan militer atau badan negara yg akan turun ke hutan, bertujuan utk menambah daya tahan tubuh.

Saya pribadi menyarankan anda melihat web dibawah ini dan menyediakan antivenom tertentu bila ingin memelihara spesies ular berbisa. Didalamnya terdapat pertolongan pertama, treatment, dan tempat produksi antivenom tiap spesies.

http://www.toxinology.com/

Jangan berpikir safety prosedur itu bertele-tele dan merepotkan. Justru disanalah terdapat seni memelihara dan mempelajari ular lebih jauh tanpa membahayakan anda dan orang disekitar anda.

Senin, 16 Mei 2011

ular dan masyarakat indonesia


Indonesia terletak di 6’ lintang utara, 11’ lintang selatan, 96’ bujur timur, 141’ bujur timur, dan dilintasi oleh garis lintang 0’ atau garis katulistiwa, membuat Indonesia menjadi surga tropis dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa,, iklim yang relatif hangat dan kelembaban udara yang tinggi, menjadikan Indonesia sebagai  salah satu habitat yang ideal untuk reptil, termasuk ular.
Oleh sebab itu interaksi antara masyarakat dan ular tidak terelakan lagi,, banyak legenda dan cerita rakyat yang menyebutkan makhluk seperti ular di dalamnya,, kebanyakan ditempatkan sebagai tokoh jahat atau yang terkutuk tetapi ada juga yang menjadikan simbol kebaikan, seperti dalam mitologi budha. Di indonesia kebanyakan mitos tentang ular adalah cerita turun temurun dari nenek moyang atau leluhur,, kisah-kisah tersebut akhirnya membentuk sebuah persepsi negatif tersendiri terhadap ular, seperti anggapan bahwa ular itu merupakan makhluk siluman yang mendatangkan bencana, tetapi ada juga yang berdampak unik, seperti pemahaman ular sebagai jelmaan dewa atau dewi yang harus disembah dan dihormati (nyi blorong, roro kidul, dll yang konon sering diceritakan menjelma menjadi sosok ular).
Pada  kenyataanya sebenarnya ular merupakan salah satu aspek penting dalam rantai makanan, yaitu berfungsi sebagai penjaga populasi hewan pengerat yang menjadi hama bagi manusia,,,,tetapi yang menjadi ironi adalah di satu sisi ular yang memiliki peran penting dalam membantu masyarakat ini justru menjadi ancaman bagi masyarakat itu sendiri saat mereka bertemu.....dalam kondisi seperti ini butuh banyak pengertian dan toleransi.
Seperti sudah dijelaskan diatas, indonesia merupakan habitat ideal untuk ular, terkadang  interaksi tak terduga bisa terjadi, dan apabila kita kurang paham akan situasi tersebut, akhirnya malah jadi saling merugikan (ular yang akan terbunuh, atau manusia yang akan cedera akibat serangan ular).
Ada beberapa cara untuk kita mengantisipasi interaksi dengan ular (di area rumah):
  • Singkirkan barang-barang bekas di sekeliling rumah kita, karena di tumpukan barang bekas tersebut merupakan sarang dari tikus yang menjadi mangsa ular, ular yang sedang berburu akan bersembunyi disana untuk menyergap mangsanya.
  • Bersihkan semak-semak di sekeliling rumah, dan tutup lubang-lubang yang terbuka, karena pada saat siang hari ular cenderung bersembunyi di tempat yang gelap dan lembab.
  • Pastikan area rumah bersih dari sampah makanan, agar tidak terdapat tikus yang merupakan mangsa ular.
Apabila kita bertemu dengan ular di ladang, hutan, perkebunan:
  • Apabila kita ingin melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang diperkirakan rawan akan adanya ular sebaiknya kita jangan menggunakan alas kaki yang tipis seperti sandal, disarankan menggunakan sepatu hiking atau boots.
  • Gunakan celana panjang tebal seperti jeans dll, untuk mengantisipasi gigitan ular.
  • Apabila kita bertemu atau berpapasan dengan ular, sebaiknya ambil sikap setenang mungkin dan jangan membuat gerakan yang mengejutkan atau mendadak, tunggu sampai ular tersebut menganggap kita sebagai sesuatu yang tidak mengancam,,,dan dia akan menjauh dengan sendirinya.
  • Apabila kondisinya sangat berbahaya,sebaiknya cari dahan atau tongkat panjang untuk menjaga atau menjauhkan kepala ular tersebut.
Apabila terjadi gigitan:
·         Yang pertama adalah perhatikan bekas gigitan, gigitan ular berbisa hanya  berupa dua titik sejajar, sedangkan gigitan ular yang tidak berbisa berbentuk huruf “U” dengan banyak titik-titik gigitan.
·         Apabila tergigit oleh ular yang tidak berbisa cukup dibersihkan dengan antiseptik.
·      Tetapi bila tergigit oleh ular berbisa, pastikan ikat aliran darah di daerah gigitan, agar racun tidak menyebar.
·    Identifikasi ciri-ciri dan jenis ular yang menggigit, karena perlu diketahui jenis racun apa yang terdapat di ular tersebut.
·         Jangan sesekali menyedot racun dengan mulut, karena berbahaya jika ada luka di mulut kita,racun akan masuk ke pembuluh rdarah.
·         Dan cari RS terdekat untuk mendapat pertolongan.


sumber gambar:
http://www.irwantoshut.co.cc/rain_forest_map.jpg
http://makalah-artikel-online.blogspot.com/2009/06/unesco-situs-warisan-alam-indonesia.html
http://ifan050285.files.wordpress.com/2010/03/sabu-1.jpg 
http://popala.files.wordpress.com/2011/02/picture1.jpg

Minggu, 15 Mei 2011

sistem pergerakan ular


Pergerakan ular dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk tubuhnya,material tempat merayap, serta temperatur tanah dan udara. Berikut ini penjelasan jenis-jenis pergerakan ular berikut gambar gerakan tubuh dan jejak yang dihasilkan.

Lateral Undulation atau serpentine crawling adalah istilah untuk pergerakan ular yang membentuk huruf S.Bagian tubuh yang terdekat dengan objek dan menggunakannya sebagai dorongan dengan membentuk tubuh di daerah tersebut. Teknik yang sama digunakan saat ular berenang melewati air

Rectilinear locomotion atau cartepillar crawling membentuk garis lurus. Menggunakan otot perut bagian bawah, membentuk gerakan seperti ulat berjalan. Biasa dipakai oleh ular-ular berukuran besar seperti boa, piton, juga viper. Tetapi ular-ular yang lebih kecil juga biasa menggunakan gerakan ini, yaitu saat ular menelan makan [pada bagian akhir]

Concertina Locomotion adalah pergerakan ular yg efisien dalam terowongan, ataupun saat memanjat. Dilakukan dengan menarik tubuh hingga tertekuk kemudian kembali meluruskan tubuh. Disebut concertina karena gerakan ini mirip instrumen concertina [akordion] yg mengembang dan mengempis.

Sidewinding adalah bentuk pergerakan spesial yang digunakan beberapa viper di pasir, dimana pergerakan lain kurang efektif. Dimulai dengan gerakan mengangkat kepala dan leher, lalu melemparnya kesamping. Kepala sebagai jangkar menarik bagian badan lainnya. Sebelum ekor sampai, ular telah melempar kepalanya lagi. Membentuk gerakan yang tak terputus.  

Slide Pushing adalah dorongan bertenaga pada tubuh dalam undulasi besar dengan gerakan slide menyamping. Mengerakkan tubuh dalam area luas di atas permukaan. Tubuh ular mendorong dengan tenaga cukup untuk menggerakan tubuh sedikit kedepan dalam satu waktu.

sumber:
http://www.wildernesscollege.com/snake-tracks.html